Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu, Satria Kebenaran Dalam Pemilu

Ketika kejujuran dan keadilan tidak lagi menjadi pegangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu), serta manakala keadilan telah dikesampingkan dan dipandang sesuatu yang baik untuk dilaksanakan, maka kita akan merasakan kehidupan yang sangat dingin seperti hidup di kutub, dan merasakan kehidupan yang panas seperti di gurun. Kitapun kan merasakan implikasi yang begitu berat, seperti kehausan, dan kedinginan sehingga menyiksa kehidupan dan menderita. Kondisi ketidak adilan seperti ini kitapun merindukan dan berharap munculnya juru selamat dewa keadilan dalam pemilu yang berintegritas demi jalanya demokrasi yang diimpikan oleh kita semua demokrasi yang tidak ada kecurangan dan meneggakan kebenaran dan keadilan dalam Pemilu. Maka dari itu peran Bawaslu mencoba menjadi juru kedilan dalam meneggakan kebeneran mengawal kemurniaan suara rakyat dalam pemilu demokrasi di ibaratkan sebagai tokoh pewayangan Bima, Bima dikenal dalam karakter pewayangan tokoh yang selalu membela dan peneggak kebenaran, dia seorang kesatria pandawa yang merupakan putra dari Dewi Kunti dan Pandudewanata. Bima mempunyai sejumlah nama Wijasena yang berarti pelindung keselamatan keluarga dan Kusumayudha pahlawan perang yang tak gentar menghadapi musuh nya Kurawa yang selalu membuat keonaran dan kerusakan dimuka bumi. Dalam hal ini Bawaslu sebagai pelindung atau rumah bagi Pemilu untuk keselamatan bangsa dan menjadi corong paling depan dalam memerangi kecurangan-kecurangan dalam pemilu seperti Hoax, Money Politic, Kampanye Isu Sara, dan Kampanye yang dilakukan oleh sejumlah PNS guna menyukseskan calon, Bawaslu harus selalu tampill dan menjadi garda terdepan dalam membereskan masalah-masalah dalam pemilu seperti toko pewayangan Bima yang dikenal takpernah kompromi dengan kelicikan dan ketidaadilan. Bawaslu berusaha menjaga Pemilihan Umum di Republik Indonesia yang menganut Asas “LUBER” merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bawaslu diatur dalam BAB IV Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, dan didalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Bawaslu memiliki kewenangan yangbegitu besar tidak hanya sebagai pengawas, tetapi sekaligus sebagai eksekutor hakkim pemutus perkara. Bawaslu seperti  Bima selalu tampil sebagai kesatria yang siap mati untuk melawan ketidak adilan, apapun resiko dan bahaya yang dihadapi, asalkan itu demi keselamatan kehidupan berbangsa dan bernegara, sesekalipun ia mengetahui bahwa peran tersebut mengandung resiko yang begitu besar dan berbahaya. Sehingga Bawaslu meluncurkan IKP (Indeks Kerawanan Pemilu)  merupakan upaya dari Bawaslu untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran dan kerawanan untuk kesiapan menghadapi Pemilu yang akan datang. Dalam IKP, kerawanan didefinisikan sebagai segala hal yang menimbulkan gangguan atau menghambat proses pemilihan umum yang jurdil dan demokratis. Komposisi racikan tersebut guna mewujukan Demokrasi yang diharapkan oleh rakyat,  sebagaimana ucapan Samuel Huntington “Demokrasi ada jika para pembuatan keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan didalam sistem itu para calon...”. Dalam ketidak adilan ini peran bawaslu tetap berusaha semaksimal mungkin dan tidak berhenti terus berinovasi, meng-upgrade kualiatas SDM maupun strategi penncegahan demi meminimalisir kecurangan-kecurangan dalam Pemilu guna mendapatkan hasil Pemilu yang LUBER JURDIL.     Ditulis Oleh :
  • Iim Imron, S.E ( Kordinator Pencegahan dan Hubal)
  • Huda Dindin Pratama, S.H., M.H. (Staff Pencegahan dan Hubal Bawaslu Kab. Garut)
Tag
Berita
Publikasi
Tak Berkategori