Sumber Daya Manusia Fondasi Demokrasi
|
Bentuk pemerintahan yang menganut sistem demokrasi, semua warga negara memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, sehingga kita mengenal istilah “one man, one vote” satu orang, satu suara, Suara seorang Kiai sama dengan suara seorang preman. Dalam penentuan hasilnya adalah “suara terbanyak”, siapa yang memperoleh suara terbanyak dia lah yang menang.
Seorang calon pemimpin yang dipandang tidak layak menjadi pemimpin apabila dia memperoleh suara terbanyak maka dia lah yang menang dan akan menjadi pemimpin, begitu juga sebaliknya seseorang yang dipandang akan mampu dan kompeten menjadi seorang pemimpin apabila dia tidak memperoleh suara terbanyak maka dia tidak akan menjadi pemenang.
Keberhasilan sistem demokrasi ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) rakyat sebagai pemegang hak pilih. Apabila sumber Daya Manusianya sudah mengerti soal politik, maka demokrasinya akan bagus, tetapi apabila Sumber Daya Manusia pemilihnya masih rendah jangan terlalu berharap demokrasi akan berkualitas.
Mari kita saksikan apa yang terjadi pada masyarakat kita tatkala menjelang pesta demokrasi baik Pemilihan Kepala Daerah maupun pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Mayoritas masyarakat kita masih bersifat Pragmatis, siapa yang memberi keuntungan yang lebih besar, maka dia lah yang akan dipilih, sehingga muncul istilah plesetan “Nomor Piro Wani Piro” (NPWP) meski dalam bentuk guyonan. Dampak dari hal tersebut adalah mahalnya ongkos politik. Masyarakat juga tahu soal mahalnya ongkos politik tersebut, sehingga tatkala ada calon tapi tidak memberi sesuatu kepada mereka, lalu mereka berceloteh “ya jangan mencalonkan kalau tidak punya duit”,sadis memang.
Padahal jika kita renungkan, seorang calon yang menggunakan politik uang, meski dia menang atau kalah akan berdampak kepada dirinya dan orang lain. Pertama: jika ia menang dengan cara politik uang maka ketika ia menjabat, seluruh biaya yang ia keluarkan saat proses pencalonan harus kembali, jika biaya proses pencalonan lebih besar dari gaji/penghasilan ia saat menjabat maka niscaya ia akan berpikir bagaimana untuk mendapatkan tambahan penghasilannya. Kedua, Begitu pula ketika seorang calon kalah maka itu akan menjadi beban yang sangat berat bagi dia, uang keluar besar sementara dia sendiri tidak jadi. Wajar jika kita sering mendengar kabar di media ketika pemilu selesai banyak para calon yang stress akibat kekalahannya.
Masyarakat menyadari tentang masalah di atas, tetapi dampak dari hal tersebut terkalahkan oleh nafsu sesaat mereka dengan nominal yang sangat kecil jika dibandingkan dengan akibatnya. itulah yang terjadi pada masyarakat kita sebagai pemegang hak pilih, penentu demokrasi.
Kenapa masyarakat kita seperti itu?, menurut pandangan penulis adalah kurangnya Pendidikan Politik kepada mereka. Pendidikan politik adalah cara untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia dalam berdemokrasi. Partai Politik memiliki tugas diantaranya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, tetapi apakah itu sudah berjalan optimal?, menurut penulis belum, Pengurus partai politik lebih tertarik kepada upaya untuk meningkatkan elektabilitas partainya ketimbang memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, padahal jika pendidikan politik berhasil, lalu masyarakat tidak pragmatis dalam berdemokrasi, maka yang akan diuntungkan adalah partai politik juga, ongkos politik tidak akan mahal.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) seyogyanya bukan hanya mengawasi dan menindak pelanggaran pemilu, tapi juga harus berperan sebagai lembaga yang melakukan pendidikan politik secara terus menerus kepada masyarakat, itu sebagai wujud dari upaya Pencegahan. Upaya pencegahan melalui Pendidikan politik ini dilakukan mulai dari selesainya pemilihan umum sampai menjelang pemilihan umum kembali. Karena Pengawas Pemilu, mulai dari Bawaslu RI sampai Pengawas TPS melakukan tugas pencegahan, pengawasan, penindakan atas dasar tahapan yang sudah ada, yang ujungnya berakhir pada saat pemungutan dan penghitungan suara selesai. Dikala Pemilihan Umum sudah selesai, apa yang mau dicegah, diawasi, dan ditindak oleh pengawas pemilu?. Tidak ada. dikala ada perselisihan hasil pemilu pun itu sudah bukan lagi ranah Bawaslu, tapi sudah ranah Mahkamah Konstitusi.
Dengan Pendidikan Politik yang terus menerus diberikan kepada masyarakat, diharapkan sumber daya manusia (rakyat) akan mengerti bagaimana ber-demokrasi yang seharusnya, bagaimana memilih pemimpin yang baik. dengan demikian niscaya demokrasi kita akan berkualitas. Jayalah Negeriku!!!
Ditulis Oleh :
Soleh (Staf Divisi SDM & Organisasi Bawaslu Kab. Garut)
Tag
Berita